Akihimo Ryume
Matahari telah menyilaukan mata Tenami. Ia segera angun dan berangkat menuju sekolah yang dicintainya itu.Tenami duduk di bangku ke dua sebelah kanan yang berhadapan lansung dengan jendela. “Hei, Keiharu? Apakah kamu sakit?” Tenami adalah sahabat Keiharu sejak pertama kali masuk junior high school. Tidak salah, kalau mereka lengket seperti perangko. “Wajah Keiharu pucat sekali seperti vampire.” Ucap Tenami di dalam hati. “Aku tidak apa-apa, Tenami.” Kata Keiharu menunjukkan wajah manisnya. Beberapa hari ini, kondisi Keiharu memang tidak stabil. Di saat pagi, ia siap belajar tapi jika sudah siang, ia akan masuk unit kesehatan sekolah untuk istirahat.
“Keiharu, kau
tidak apa-apa jika
mengikuti pelajaran fisika?” Ternyata, Anko sensei juga melihat kondisi Keiharu yang
lemah. “Tak apa, sensei. Aku hanya ingin ke toilet sebentar.” Anko sensei
mempersilahkan.
“Berapa lama lagi
aku akan tinggal di sini? Aku tidak ingin meninggalkan Tenami yang ku cintai
dan paman Kouchai juga.” Keiharu menatap cermin kamar mandi. Tak lama, air mata
berlinang dari matanya. Itulah yang ia pikirkan sekarang. Keiharu pun menghapus
air matanya dan kembali ke kelas.
“Kei, mau aku antar pulang?” ajak Tenami. Kei
menggeleng lalu berlari entah kemana. Selama ini Tenami tidak tahu dimana Kei
tinggal. Ia sangat inin menantar Keiaru pulang agar Ia tahu Kei akan baik-baik
saja.
“Tenami, maaf
tadi aku buru-buru waktuku tidak banyak, gomen nasai!” Sms Keiharu pada Tenami.
Tenami membalas,
“Ga papa, Kei.”
Kei membacanya
dan tidak membalas setelah itu.
-------
“Jadi, kei. Apa
yang akan kau lakukan sebelum waktumu habis?” Tanya Kouchai, paman angkatnya.
Kei diam. “Aku
akan menghabiskan waktuku dengan Tenami. Aku sangat mencintainya. Masih ada waktu
3 hari sebelum aku kembali, kan, paman?” Kei telah menganggap Kouchai sebagai
paman angkatnya. “Ya. Piring terbangmu akan siap dalam 2 hari ke depan.” Jelas paman
Kouchai. Kouchai adalah orang yang masih mau menolong kehidupan Keiharu hingga
sekarang. Awalnya, ia tidak mau menerima Keiharu dan ingin menyerahkannya ke
panti asuhan tapi karena paman Kouchai merasa kasihan, akhirnya ia mau
merawatnya. Begitu juga pendapat teman-teman sepekerjaannya, agar ia mau
merawat Keiharu.
------
“Kei, kemarin
kenapa kamu buru-buru?” Tanya Tenami pada Kei. Baru saja Tenami masuk, ia
berlari menuju bangkunya daan menghampiri Keiharu. “Tidak. Ayahku hanya
menyuruhku agar pulang cepat!” Kei ingin memberitahukan yang sejujurnya tapi
belum saatnya. “Ohh, Kei maukah kau menginap di rumahku hari ini? Ayah dan
ibuku sedang peri ke luar kota. So, im free.” Ajak Tenami. Tenami menganggap
Keiharu perempuan karena rambutnya yang ikal dan senyumannya yang manis tapi ia
tahu bahwa Keiharu anak yang tomboy. “Baiklah. Karena kemarin aku menolak
ajakanmu untuk pulang bersama, aku akan datang ke rumahmu jam 4, Tenami.” Lagi-lagi
senyuman Keiharu yang manis membuat hati Tenami lega bahwa Kei tidak
kenapa-napa.
“Paman Kouchai, aku
akan menginap di rumah teman.” Teriak Kei pada pamannya.
“Pergilah! Aku
sedang mengurus piring terbangmu. Sepertinya besok sudah selesai.” Jawab Kochai
acuh.
-----------
Malam ini,
bintang seakan memancarkan cahaya terakhir mereka karena besok mereka akan
mati. Keiharu meneteskan air mata mengingat ayah dan ibunya yang tidak tau
apakah mereka telah tiada atau masih hidup. Saat itu, Kei sedang duduk bersama
Tenami di taman AiTomodachi. Keiharu terus saja melihat langit. “Kei, kenapa
kau menangis?” Kei tersadar bahwa sejak tadi Tenami memperhatikannya.
“Nothing, Tenami.
Oh ya, aku ingin memberikanmu sesuatu dan kau harus jaga baik-baik sesuatu
ini.” Kei mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. “Tenami, ini adalah sebuah
Kristal asli milikku. Kali ini, aku akan mengatakan yang sebenarnya padamu. Aku
bukanlah manusia. Aku adalah orang asing yang tersesat di bumi. Waktuku tinggal
2 hari. Aku ingin menhabiskannya bersamamu.” Jelas Keiharu.
Tenami tercengan
seakan tak percaya. “Kau bercanda, Keiharu.” Tak lama wajah Kei berubah.
Tetesan air mata menghujani pipinya. “Aku tak sedang bercanda, Tenami.” Kei
menghela nafas dan melanjutkan ucapannya. “Aku serius. Aku akan cerita
bagaimana aku bisa terdampar di sini. Waktu itu aku berumur 11 tahun dan aku
sedang ada di sebuah piring terbang bersama ayah dan ibuku. Orang tuaku sedang
mengadakan sebuah ekspidisi percobaan mrenuju bumi. Saat aku mencapai bagian
tengah lubang hitam, terjadi badai luar angkasa yang menyebabkan kerusakan di
beberapa bagian pesawat itu. Akhirnya, ayah dan ibuku mengambil jalan pintas.”
Kei terceguk saat bercerita dan ia mengambil nafas sesaat. “Aku dikirim ke bumi
oleh orang tuaku. Dan aku tidak tau dimana mereka sekarang.bolehkah aku
memelukmu Tenami?” Tenami meng-iyakan. Malam semakin larut. Keiharu menangis di
pelukan sahabatnya itu. Bumi pun turut menangis. Saat itu pula, hujan jatuh di
tanah Kyoto. Malam itu, mereka menangis ditemani hujan yang terus mengguyur
mereka. Satu bintang jatuh saat hujan turun seperti tak ingin Kei pergi dari
bumi.
“Kei, jangan lupa
datang sore nanti ya!” ucap Tenami.
Tenami masih merasakan sebuah perasaan yang berbeda tentang tadi malam.
Seakan-akan Kei bukanlah sahabatnya melainkan seseorang yang akan terus mengisi
di hatinya. “Okay.” Kei mengangguk. Ia memiliki janji bersama Tenami sore ini
di taman AiTomodachi.
Sekarang, paman Kouchai
sedang merampungkan bagian-bagian terakhir pesawat Keiharu. Kali ini, ia
benar-benar memperhatikan kondisi Kei. “Wah, paman sebentar lagi pesawat ini
siap. Arigatou gozaimasu, paman.” Puji Kei. “Ya, ini semua demi mu, Kei.” Balas
Kouchai. “Paman, nanti sore aku akan pergi ke taman AiTomodachi.”
Kouchai
tersentak,” Huh? Sungguh?
“Of course, paman.”
”Paman temani ya! Paman takut kau kelelahan di jalan.” Ia
tahu kondisi Kei semakin memburuk.
“Tarserah paman
saja.” Baru kali ini, pamannya begitu peduli pada Kei.
“Mau paman ceritakan
tentang sejarah taman AiTomodachi?” tawar paman Kouchai,
“Tentu saja. Aku
akan mendengarkannya dengan seksama.”
Paman Kouchai mulai
menceritakannya. “Suatu hari ada 2 orang sahabat yang saling menyayangi. Mereka
sangat dekat. Seperti kau dan temanmu itu. Tapi tibalah saat waktunya untuk
mereka berpisah. Salah seorang dari mereka harus tiada karena ia bukanlah
penduduk planet ini. Saat itu UFO yang akan membawanya telah siap
diterbangkan.” Kouchai meneteskan air mata saat akan mengakhiri ceritanya itu.
“Ia pun pergi dengan meninggalkan sekantung bibit pohon Tomodachi yang sekaran
tumbuh di taman AiTomodachi.” Air mata tak terbendung dari wajah Kouchai. Itu
adalah cerita yang dialami Kouchai sendiri dan sekarang ia takut cerita itu
kembali lagi terjadi pada Kei dan sahabatnya itu. Keiharu memeluk paman angkatnya
itu.
Kei datang lebih
dahulu dari waktu yang dijanjikan karena paman Kouchai ingin berbicara
dengannya. “Kei, sesungguhnya waktumu tinggal 1 jam lagi. Kondisimu semakin
melemah. Gomen nasai!” Dengan terpaksa paman Kouchai harus mengatakan itu padanya.
“Tak apa-apa, paman. Aku sudah siap. Aku
tau ini adalah perpisahanku dengan Tenami dan paman.” Keiharu menggenggam
tangan pamannya.
Tenami datang, dan
ia harus mengatakan yang sejujurnya bahwa dia harus pergi hari itu juga. Tenami
menangis. Lalu, ia ikut bersama Kei dan paman Kouchai menuju hunger pesawat Kei
akan diterbangkan.
“Kei, aku akan
selalu merindukanmu. Kau sahabatku!” ucap Tenami dengan tetesan air mata
kenangan.
“Kei, paman akan
selalu mencintaimu seperti anak paman sendiri.” Ucap pamannya sambil memeluk
Keiharu. Kei melepaskan pelukan pamannya itu dengan perlahan dan memeluk
Tenami. Ia membisikkan sesuatu di telinga Tenami. “Tenami, satu lagi yang ingin
ku katakan padamu. Aku bukanlah seorang perempuan, aku laki-laki. Itu sebabnya
mengapa aku tomboy dan mengenakan celana di sekolah. Aku mencintaimu. Sungguh!”
Kei mengecup kening Tenami dan melepaskan pelukannya. Lalu, pergi untuk
selama-lamanya.
---------
“Kei?” teriak
Tenami. Rupanya, ia mengigau. Ia sangat merindukan Keiharu yan ia cintai. Sudah
6 bulan ia mengalami depresi berat karena ditinggal Keiharu. Ayah dan ibunya
kebingungan. Setiap malam ia mengigau menyebut-nyebut nama Keiharu.
---------
Sekarang ia telah
duduk di bangku kuliah. Tenami duduk seperti biasa di tempat duduknya. Katanya
hari ini ada mahasiswa baru. Bel berbunyi. “Ohayou gozaimasu, sensei?” salam
para siswa pada Anko-sensei. “Ohayou gozaimasu. Silahkan masuk, nak!” Siswa itu
sudah datang rupanya. Tenami seperti mengenali wajahnya, ia berusaha mengingatnya.
“Hajimimashite, Akihimo Ryume .” Lalu, Ryume duduk di samping Tenami.
Sore itu, Tenami
sedang duduk di sebuah taman dan ia benar-benar telah melupakan Keiharu.
Seseorang menepuk punggungnya dari belakang. Tenami kaget yang datang laki-laki
bertubuh tinggi dan terlihat menawan juga maskulin memakai jaket berwarna biru
tua dan kaos bertuliskan Frozday. Tenami sudah tak ingat apa itu Frozday. “Kau
Akihimo, bukan? Anak baru itu.” Tanya Tenami. “Yup, kau benar. Kau sama sekali
tak mengenalku Tenami?” tanyan Akihimo. “Siapa? Kau? Aku ga kenal.” Elak
Tenami. “Kalau nama ini, ingat?” Akihimo menunjukkan sebuah kertas. “Keiharu?”
Tenami kembali mengingat masa lalunya. “Aku Keiharu dengan nama baru dan
penampilan baru.”
“Kei? Kau kembali
untukku?” Tanya tulus Tenami. “Aku kembali untukmu, Tenami.” Jawab Akihimo.
“Berjanjilah untuk tidak meninggalkanku lagi?”
“I promise,
Tenami.” Seketika itu, Tenami memeluk Akihimo dengan erat seperti tak ingin
melepaskannya untuk siapapun.
Comments